Dampak Thrifting pada Limbah Tekstil di Indonesia: Solusi atau Masalah Baru?

RewearNews

11/24/2025

Dampak Thrifting pada Limbah Tekstil di Indonesia: Solusi atau Masalah Baru?

Industri fashion bergerak sangat cepat dan memicu konsumsi pakaian yang semakin tinggi setiap tahunnya. Akibatnya, limbah tekstil di Indonesia terus meningkat dan menjadi masalah lingkungan yang semakin mendesak. Di tengah situasi ini, thrifting—aktivitas membeli pakaian bekas—hadir sebagai alternatif yang dianggap lebih ramah lingkungan. Namun, apakah thrifting benar-benar mampu menekan limbah tekstil, atau malah membawa tantangan baru?

Artikel ini membahas dampak thrifting terhadap limbah tekstil di Indonesia, lengkap dengan data, analisis, dan konteks lingkungan untuk memberikan gambaran yang utuh.

Kondisi Limbah Tekstil di Indonesia

Sebelum membahas peran thrifting, penting untuk memahami skala masalah limbah tekstil di Indonesia.

Beberapa laporan pemerintah dan lembaga internasional menunjukkan:

  • Indonesia menghasilkan sekitar 2,3 juta ton limbah tekstil per tahun (data 2021).

  • Dari jumlah tersebut, hanya ±300 ribu ton yang berhasil didaur ulang.

  • Proyeksi menunjukkan volume limbah bisa meningkat hingga 3,9 juta ton pada 2030 jika tidak ada intervensi.

  • Sebagian besar limbah tekstil berakhir di TPA (tempat pembuangan akhir) atau dibakar, yang berdampak pada kualitas udara dan tanah.

Angka-angka tersebut menggambarkan betapa besarnya tekanan yang ditimbulkan oleh industri fashion dan konsumsi pakaian baru di Indonesia.

Bagaimana Thrifting Bisa Mengurangi Limbah Tekstil?

Thrifting pada dasarnya adalah praktik reuse—memperpanjang umur pakaian yang sudah diproduksi. Ini membuka peluang besar untuk menekan laju timbunan limbah tekstil. Berikut beberapa dampak positifnya:

a) Memperpanjang Umur Pakaian

Setiap pakaian yang dijual kembali berarti satu barang baru yang tidak perlu diproduksi. Jika dilakukan secara masif, reuse dapat memperlambat arus limbah pos-konsumsi.

b) Mengurangi Permintaan Pakaian Baru

Studi global menyebutkan bahwa penggunaan pakaian bekas secara konsisten dapat menurunkan jejak karbon dan limbah pada sektor fashion karena mengurangi produksi baru.

c) Mendukung Ekonomi Sirkular

Thrifting membuka peluang ekonomi lokal: dari pedagang pasar, toko independen, hingga platform online. Sistem ini membuat pakaian berputar lebih lama di pasar alih-alih langsung menjadi sampah.

Tantangan dan Dampak Negatif Thrifting terhadap Limbah Tekstil

Walaupun thrifting membawa banyak manfaat, ada juga sisi lain yang perlu diperhatikan—terutama dalam konteks Indonesia.

a) Masuknya Pakaian Bekas Berkualitas Rendah

Impor pakaian bekas dalam jumlah besar sering kali membawa barang yang tidak layak pakai. Barang-barang ini hanya sedikit yang bisa dijual, dan sisanya menjadi limbah baru di Indonesia.

b) Residu dari Barang Tidak Terjual

Toko atau supplier thrift biasanya membeli pakaian dalam bentuk bale. Tidak semua isinya layak dijual. Barang yang rusak atau terlalu kusam berpotensi menambah sampah tekstil.

c) Tantangan Daur Ulang Tekstil

Banyak pakaian masa kini menggunakan campuran bahan (polyester–katun, rayon–spandex, dll). Campuran serat ini membuat tekstil sulit didaur ulang secara efisien, sehingga sebagian besar tetap berakhir di TPA.

d) Dampak pada Industri Lokal

Meskipun tidak terkait langsung dengan limbah, impor pakaian bekas dalam volume besar bisa menekan industri tekstil lokal dan mempengaruhi keseimbangan pasar.

Inisiatif dan Upaya Pengurangan Limbah Tekstil di Indonesia

Seiring meningkatnya kesadaran, beberapa pihak mulai bergerak:

  • Program daur ulang tekstil yang dijalankan perusahaan dan NGO.

  • Kebijakan pengawasan impor pakaian bekas untuk mencegah masuknya barang tidak layak pakai.

  • Riset dan inovasi daur ulang textile-to-textile, termasuk konversi serat campuran menjadi bahan baku baru.

  • Kampanye edukasi untuk mendorong masyarakat membeli lebih bijak, merawat pakaian lebih lama, dan menyumbang secara bertanggung jawab.

Upaya-upaya ini menunjukkan arah positif, meski masih perlu penguatan skala dan regulasi.

Jadi, Apakah Thrifting Efektif untuk Mengurangi Limbah Tekstil?

Jawabannya: Ya, tetapi dengan catatan.

Thrifting bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk mengurangi limbah tekstil jika:

  • Barang yang beredar berkualitas baik.

  • Ada sistem sortir dan pengelolaan residu.

  • Impor pakaian bekas diawasi agar tidak menjadi “dumping” limbah.

  • Konsumen benar-benar menggunakan barang thrift sebagai pengganti membeli barang baru, bukan menambah penumpukan di rumah.

Dengan manajemen dan regulasi yang tepat, thrifting dapat menjadi bagian penting dari ekonomi sirkular Indonesia.

Thrifting memiliki peran signifikan dalam mengurangi limbah tekstil di Indonesia melalui reuse dan perpanjangan umur pakaian. Namun, tanpa pengawasan dan sistem yang baik, thrifting juga bisa menciptakan tumpukan limbah baru. Kunci keberhasilannya terletak pada kualitas barang, kontrol impor, edukasi konsumen, serta infrastruktur daur ulang.

Jika dikelola dengan benar, thrifting bukan hanya tren—melainkan langkah nyata menuju industri fashion yang lebih berkelanjutan di Indonesia.